![]() |
Ketua PWI NTB, Ahmad Ikliludin. Poto:www.lokalnews.id |
Mataram, LokalNews.id – Langkah Polres Sumbawa yang memanggil klarifikasi tujuh media di NTB buntut laporan dugaan pencemaran nama baik, menuai kecaman keras dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB.
Ketua PWI NTB, Ahmad Ikliludin, menilai pemanggilan tersebut berpotensi menjadi bentuk pembungkaman kerja jurnalistik sekaligus ancaman serius terhadap kebebasan pers yang dijamin konstitusi.
“Kami sayangkan pemanggilan klarifikasi terhadap tujuh media itu. Ini bisa menjadi alat pembungkaman terhadap kerja jurnalistik,” tegas Iklil dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/8).
Menurut jurnalis senior Radar Lombok ini, pihaknya telah mencermati pemberitaan yang dipersoalkan pelapor dan menilai bahwa liputan tersebut sudah sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Wartawan yang menulis berdasarkan fakta dan memenuhi KEJ dilindungi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,” ujarnya.
Iklil mengingatkan, pemanggilan jurnalis terkait laporan kasus pemberitaan justru berpotensi melanggar Pasal 8 UU Pers yang menegaskan perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesinya.
“Jurnalis harus bekerja tanpa intimidasi, tekanan, atau ancaman hukum yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers,” katanya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa sengketa pemberitaan merupakan ranah kode etik, bukan pidana. Mekanisme penyelesaiannya sudah jelas diatur melalui hak jawab, hak koreksi, hingga Dewan Pers.
“Seharusnya penyidik Polres Sumbawa memahami UU Pers dan menghormati Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Polri tahun 2017 terkait perlindungan kemerdekaan pers,” tegasnya.
Atas dasar itu, PWI NTB mendesak kepolisian mencabut surat panggilan terhadap tujuh media yang dimaksud. Menurut Iklil, langkah tersebut sudah mencederai kemerdekaan pers.
“PWI NTB meminta agar penyidik menghormati UU Pers. Kami juga mengimbau seluruh jurnalis tetap berpegang pada UU Pers dan kode etik dalam menjalankan tugas jurnalistik,” pungkasnya. (ln)