![]() |
| Tumpukan beras diduga di oplos, ditemukan Satgas Pangan Polres Lombok Timur. Foto/istimewa |
Lombok Timur, LokalNews.id - Sebuah laporan warga soal kualitas beras murah pemerintah yang “aneh rasanya” membawa Satgas Pangan Polres Lombok Timur ke sebuah gudang di wilayah Sikur, yang selama ini tampak biasa saja. Namun begitu pintu digeser, tumpukan karung beras tersusun seperti tembok, sebagian tanpa label jelas. Dari sanalah dugaan pengoplosan beras SPHP—program stabilisasi harga pangan nasional—terungkap.
Kasat Reskrim Polres Lombok Timur, I Made Dharma Yulia Putra, menyebut proses pengungkapan kasus ini dimulai dari keluhan sederhana. Beras SPHP yang dibeli warga tidak seharusnya seburuk itu. Beras SPHP memiliki standar mutu yang ditetapkan Badan Pangan Nasional RI, namun sampel yang masuk ke polisi justru menunjukkan tanda-tanda berbeda.
Polisi kemudian melakukan pengumpulan bahan keterangan dan membuntuti alur distribusi. Titiknya mengarah pada sebuah gudang yang letaknya cukup jauh dari keramaian. Di Dalam Gudang berlokasi wilayah Sikur, tumpukan Karung dan Indikasi Manipulasi
Dari penggerebekan itu, polisi menyita 15.578 karung SPHP kemasan 5 kg, 620 karung beras kemasan 50 kg, sejumlah kemasan kosong, dan kunci gudang yang diduga menjadi titik produksi pengemasan ulang.
Totalnya mencapai sekitar 110 ton beras,"kata I Made Dharma, menjawab awak media, Kamis (13/11).
Ratusan ton beras, diduga di oplos ini jumlah yang terlalu besar untuk sekadar “kelalaian”.
Dari pemeriksaan awal, polisi menduga modusnya sederhana. Beras SPHP kualitas medium diganti dengan beras yang kualitasnya lebih rendah, namun tetap dijual dengan label SPHP.
Manipulasi dilakukan pada tahap pengemasan. Beras kualitas rendah masuk, tapi kemasannya keluar dengan nama program pemerintah.
“Ini jelas merugikan konsumen. Standar mutunya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.”kata I Made Dharma.
Kasus ini kemudian naik ke tahap penyidikan berdasarkan Laporan Polisi LP/A/6/X/SPKT.Satreskrim/Polres Lombok Timur/Polda NTB tertanggal 23 Oktober 2025. Penyidik menduga praktik ini tidak dikerjakan dalam hitungan hari, melainkan berlangsung cukup lama mengingat volume barang bukti.
Polisi juga menelusuri rantai distribusi untuk memastikan apakah beras oplosan ini sudah menyebar ke pasar dan dalam skala seberapa besar. Pertanyaan lain yang sedang dibongkar adalah siapa saja yang terlibat? Apakah pemilik gudang bekerja sendirian atau bagian dari jaringan yang lebih luas?
Sementara sampel beras kini diuji di laboratorium untuk memastikan perbedaan mutu secara teknis. Hasil uji itu akan menentukan unsur pidana dalam kasus ini, terutama terkait pemalsuan mutu dan penyalahgunaan label pemerintah.
Jika hasilnya menguatkan dugaan polisi, kasus ini bisa menjadi salah satu bukti bahwa pengawasan terhadap program pangan murah masih memiliki celah besar.
Untuk sementara, gudang itu digembok. Namun, pertanyaan yang lebih besar justru baru terbuka adalah berapa banyak beras yang sudah sampai ke tangan warga sebelum polisi masuk ke dalamnya?


