Suela, Lokal news.id – Konflik lahan transmigrasi di Desa Puncak Jeringo, Kecamatan Suela, Lombok Timur, memasuki babak baru. Menteri Transmigrasi RI turun tangan setelah ratusan kepala keluarga transmigran puluhan tahun menanti kepastian hak atas lahannya.
Masyarakat Transmigrasi Selaparang menaruh harapan besar kepada pemerintah. Status tanah dan sertifikat hak milik yang tak kunjung jelas selama puluhan tahun menjadi keluhan utama.
Kedatangan perwakilan Kementerian Transmigrasi beberapa waktu lalu telah menyerap aspirasi warga. Bahkan, masyarakat mendesak pemerintah mengungkap siapa dalang di balik kisruh lahan ini.
Konflik lahan kawasan Transmigrasi Selaparang melibatkan tumpang tindih kepemilikan hingga dugaan praktik mafia tanah. Menteri Transmigrasi RI, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanegara, pun turun langsung ke Puncak Jeringo.
Kehadiran Iftitah bertujuan menyelesaikan permasalahan sekaligus memperjelas status tanah transmigrasi. “Kami punya program unggulan yaitu transmigrasi tuntas,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (12/9).
Menurutnya, pembuatan sertifikat memang gratis. Namun, proses pengukuran membutuhkan biaya karena memerlukan tenaga, peralatan, dan lain sebagainya. Kementerian Transmigrasi telah menyiapkan anggaran yang dititipkan melalui pemerintah daerah.
“Kami sudah siapkan anggaran itu agar persoalan lahan ini segera tuntas,” tegasnya.
Selain itu, Kementerian Transmigrasi juga berkolaborasi dengan ATR/BPN selaku lembaga penerbit sertifikat. Iftitah menegaskan, model penyelesaian serupa telah berhasil diterapkan di daerah lain dengan kasus yang sama.
“Persoalan lahan transmigrasi yang berkonflik hingga 25 tahun sudah bisa kami selesaikan dengan penerbitan sertifikat, seperti di Sukabumi,” ungkapnya.
Ia memastikan konflik lahan di kawasan Transmigrasi Selaparang akan tuntas 100 persen. “Dari total 100 persen, 80 persen sudah selesai. Namun belum kami serahkan, karena menunggu sisanya agar bisa diberikan sekaligus,” bebernya.
Iftitah menjelaskan, kawasan Transmigrasi Selaparang bukan berada di bawah Hak Pengelolaan Lahan (non-HPL). Pemerintah daerah mencadangkan tanah tersebut berdasarkan keikhlasan masyarakat setempat yang menyerahkannya untuk kepentingan transmigrasi.
“Tanah ini memang diserahkan untuk transmigrasi. Karena itu statusnya perlu kami luruskan,” tutup Iftitah. (ln)