![]() |
| Aksi damai ratusan masyarakat Desa Madayin, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, menuntut kepala Desa Madayin mundur dari jabatannya. |
lokalnews.id — Kepala Desa Madayin, Lalu Gede Muhlidin, mengancam akan menempuh jalur hukum terhadap warga yang mendesaknya mundur dari jabatan. Desakan tersebut muncul menyusul tudingan dugaan penyalahgunaan anggaran desa, dana CSR tambak udang, hingga penebangan kayu di kawasan hutan.
Ancaman pelaporan itu disampaikan Gede setelah ratusan warga mendatangi Kantor Desa Madayin, Selasa (30/12). Massa memberi ultimatum 3X24 jam agar yang bersangkutan mundur dari jabatannya dan membuka secara transparan pengelolaan keuangan desa.
Warga menilai terdapat indikasi penyimpangan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) selama tiga tahun terakhir, yakni 2023, 2024, dan 2025.
Selain itu, warga juga menuntut pengembalian tanah hibah dari Hj. Victoria Helena T yang disebut diambil dan dimanfaatkan atas nama pribadi kepala desa.
Dalam tuntutannya, warga juga meminta pertanggungjawaban atas dana Pendapatan Asli Desa (PADes) sebesar Rp141.056.000 yang diduga digunakan untuk pembelian mobil pribadi jenis LCGC.
Mereka juga mempertanyakan realisasi anggaran Perpustakaan Desa tahun 2025 senilai Rp18.350.000 yang disebut belum dibelanjakan meski tahun anggaran telah berakhir.
Tuntutan lain mencakup kejelasan investasi rumpon atau penangkaran ikan senilai Rp26.500.000 serta dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tambak udang sebesar Rp130 juta.
Warga juga menuntut ganti rugi atas penebangan kayu di kawasan Bukit Beroang, Dusun Ketapang, yang diduga melibatkan kepala desa dan koleganya.
Menanggapi tudingan tersebut, Lalu Gede Muhlidin membantah seluruh tuduhan. Ia menegaskan tidak pernah melakukan penyalahgunaan anggaran desa dan mempersilakan warga melaporkannya ke aparat penegak hukum jika memiliki bukti.
“Kalau saya terbukti bersalah, silakan ajukan secara hukum. Tapi kalau tidak bisa dibuktikan, saya akan menuntut balik. Ini menyangkut nama baik saya,” kata Gede.
Ia juga meminta masyarakat tidak hanya menerima informasi sepihak dan mengajak warga datang langsung untuk meminta penjelasan terkait kronologi dan regulasi pengelolaan anggaran desa.
Soal transparansi, Gede mengklaim pemerintah desa telah menjalankan prinsip keterbukaan. Ia menyebut keterlambatan pemasangan papan informasi APBDes 2025 terjadi karena masih dalam proses administrasi.
Terkait tudingan penggunaan dana desa, Gede menyatakan seluruh transaksi dikelola bendahara desa dan realisasi anggaran telah dilakukan. Adapun anggaran perpustakaan desa, menurutnya, sudah direalisasikan dan tinggal menunggu pembayaran buku yang telah dipesan.
Mengenai dana CSR, Gede menjelaskan bahwa pada 2023 desa telah menuntut kewajiban CSR kepada perusahaan tambak udang. Dari hasil mediasi, perusahaan hanya mampu memberikan dana Rp130 juta per tahun yang kemudian dikelola oleh desa dan memiliki bukti fisik kegiatan.
Sementara soal penebangan kayu, Gede mengklaim lokasi tersebut berada di luar kawasan hutan lindung dan telah melalui survei serta mendapat izin dari pihak kehutanan. Kayu yang ditebang, kata dia, digunakan untuk keperluan umum. (ln)


