• Jelajahi

    Best Viral Premium Blogger Templates

    Pendidikan

    Pendidikan

    Iklan

    terkini

    Hj Baiq Isvie Rupaeda, Tunggu Apa Lagi?

    Selasa, 25 November 2025, 12.14 WIB Last Updated 2025-11-25T04:37:23Z



    Oleh : Ardiansyah, Direktur NasPol NTB 


    Kasus gratifikasi Pokok Pikiran (Pokir) 2025 sudah meledak. Tiga anggota DPRD NTB resmi menjadi tersangka sebagai pemberi suap kepada rekan-rekannya sendiri. Media nasional sudah menyorot. Publik mulai membaca bahwa DPRD NTB ternyata bukan rumah rakyat — tapi sarang transaksi. Di tengah semua ini, satu pertanyaan muncul di benak saya : Kemana Ketua DPRD NTB, Hj. Baiq Isvie Rupaeda?


    Diamnya ketua DPRD ini bukan sekadar pasif — diam ini berbahaya. Karena ketika suara publik mulai menuntut pertanggungjawaban moral, ketika tiga anggota sudah jadi tersangka, ketika integritas lembaga sudah jatuh ke jurang, Ketua yang diam sesungguhnya sedang mempertaruhkan kehormatan institusi.


    Bukankah tugas ketua DPRD itu bukan hanya memimpin rapat dan menandatangani notulen? Tapi menjadi wajah moral DPRD. Menjadi benteng terakhir kehormatan lembaga perwakilan rakyat. Kalau komisi IV ketuanya terlibat kasus, dan ketua DPRD hanya diam, maka pertanyaan logisnya : Apa gunanya ketua DPRD? Dan yang lebih tajam : Jumlah tersangka akan bertambah atau justru ditutup rapat agar publik berhenti bertanya?


    BK DPRD NTB – Hidup atau Sudah Mati?


    Badan Kehormatan DPRD NTB seharusnya tidak menunggu putusan hukum final untuk bertindak. Ada asas moral. Ada asas kepatutan. Ada kode etik anggota DPRD yang bisa langsung dijalankan. Tapi sampai detik ini, BK DPRD NTB tidak menunjukkan taring. Bisu. Tak beraksi.


    Padahal mereka punya kewenangan: 

    • Melakukan penyelidikan etik;
    • Memanggil anggota yang diduga terlibat;
    • Membekukan aktivitas atau posisi strategis mereka;
    • Mengeluarkan pernyataan sikap lembaga secara resmi.


    Tapi yang muncul justru kesan bahwa BK tidak berfungsi. Lebih buruk lagi: seakan ada “komando tak tertulis” untuk menenangkan suasana daripada menegakkan integritas.


    Ini Bukan Lagi Kasus Hukum — Ini Krisis Kepemimpinan


    Kalau ketua DPRD menunggu proses hukum selesai, itu artinya ia tidak melihat bahwa DPRD NTB sedang mengalami krisis kepercayaan publik. Yang dibutuhkan sekarang bukan hanya proses penyidikan, tapi *sikap moral* — sesuatu yang tidak bisa ditunda.


    Saya ingin bertanya langsung : Apakah ketua DPRD NTB sedang berhitung soal peta politik?


    Apakah ingin menunggu arah angin sebelum bersuara?


    Atau sedang menimbang siapa yang harus dilindungi?


    Karena publik hari ini tidak butuh jawaban politik. "Publik butuh sikap". Dan makin lama ketua DPRD bungkam, makin kuat dugaan bahwa kepemimpinan DPRD NTB telah gagal menjaga marwah institusi.


    Hentikan Jurus Silent Mode


    DPRD NTB tidak boleh bersembunyi di balik frasa “menunggu proses hukum berjalan”. Itu dalih lama yang sudah basi. Karena rakyat melihat langsung bahwa ini bukan soal individu — ini soal kebersihan institusi.


    Jika ketua DPRD tidak segera bersuara :

    • Nama lembaga akan makin buram.
    • Anggota lain akan merasa aman-aman saja.
    • Publik akan menilai, *skandal ini sistematis.*


    Saatnya Pilih, Mau Dicatat Sejarah Sebagai Pemimpin — atau Penonton


    Seorang ketua bukanlah pengamat politik. Ia pengambil keputusan. Dan pemimpin sejati tidak menunggu badai reda — pemimpin sejati berdiri di tengah badai, menegakkan kepala, dan berkata “SAYA AKAN BERTANGGUNG JAWAB.”


    Maka sekali lagi pertanyaannya, semakin keras hari ini: Hj. Isvie Rupaeda, tunggu apa lagi?

    Komentar
    Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
    • Hj Baiq Isvie Rupaeda, Tunggu Apa Lagi?

    Terkini

    Space disewakan