![]() |
Bidan di Lombok Timur Belajar Cegah Preeklamsia dengan Kelor dan Alpukat, Senin (25/8) Poto: www:lokalnews.id |
Selong, Lokal news.id – Upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan bayi di Lombok Timur terus dilakukan. Salah satunya lewat kolaborasi antara Dinas Kesehatan Lombok Timur dengan Jurusan Kebidanan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, yang menggelar agenda pengabdian masyarakat dalam bentuk seminar di Selong.
Seminar itu membahas optimalisasi kompetensi bidan dalam mendeteksi dini risiko kehamilan, termasuk preeklamsia, dengan memanfaatkan bahan alam seperti kelor, tomat, dan alpukat.
Kepala Dinas Kesehatan Lombok Timur, H. Pathurrahman, menyebut kegiatan tersebut melibatkan bidan dari 35 Puskesmas serta sejumlah tenaga kesehatan.
Menurutnya, dukungan akademisi menjadi penting karena AKI di Lombok Timur masih perlu ditekan meski sudah berada di bawah target nasional dan RPJMD.
“Tahun 2024, dari 82 kasus kematian ibu di NTB, hanya 24 kasus terjadi di Lombok Timur. Persentasenya 29,27 persen. Penyebab terbanyak adalah pendarahan,” jelas Pathurrahman.
Ia menambahkan, angka kematian bayi juga masih menjadi perhatian. Tahun 2024 tercatat 157 kasus per 1.000 kelahiran hidup, mayoritas pada usia 0–28 hari. Penyebab utamanya adalah infeksi dan berat badan lahir rendah.
Karena itu, ia berharap ada perhatian lebih pada masa neonatus serta kesadaran masyarakat untuk segera membawa bayi ke fasilitas kesehatan bila ada gejala sakit.
Sementara itu, Kaprodi Kebidanan Fakultas Kedokteran UNAIR, Dr. Budi Prasetyo, menekankan pentingnya deteksi dini preeklamsia. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu di Indonesia.
“Faktor risikonya bisa dikenali sejak awal, seperti kehamilan pertama di usia di atas 35 tahun atau ibu dengan berat badan berlebih,” katanya.
Menurut Budi, selain obat medis seperti aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium, bahan alam lokal juga bisa menjadi penunjang penanganan.
“Kelor dan alpukat, misalnya, sudah terbukti secara literatur membantu menurunkan tekanan darah,” ujarnya.
Budi menekankan bahwa screening dini tidak hanya menjadi tugas tenaga kesehatan. Peran kader, PKK, bahkan keluarga juga sangat dibutuhkan.
“Bidan yang bertugas di desa harus punya kemampuan screening ini, karena mereka ujung tombak di lapangan,” pungkasnya. (ln)