• Jelajahi

    Best Viral Premium Blogger Templates

    Pendidikan

    Pendidikan

    Iklan

    terkini

    Potensi SDA Melimpah, Lombok Timur Justru Digulung Banjir di Akhir 2025

    Rabu, 19 November 2025, 22.19 WIB Last Updated 2025-11-19T14:51:36Z
    Masyarakat mengevakuasi lemari berharganya disaat Banjir bandang di Labuhan Lombok - Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Rabu (19/11). Foto/tangkapan layar 


    Lokalnews.id - Kabupaten Lombok Timur dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) terbesar di Nusa Tenggara Barat. Pasir besi, batu kapur, marmer, sirtu, batu apung, hingga kayu menjadi komoditas yang selama ini dieksploitasi untuk kepentingan industri. Namun, limpahan sumber daya tersebut justru berubah menjadi ancaman ketika memasuki akhir 2025.


    Sejumlah kecamatan seperti di Wanasaba, Pringgabaya, hingga Suela—terendam banjir besar. Laporan BPBD mencatat ratusan rumah terendam. Sebuah jembatan penghubung dari Perigi menuju Puncak Jeringo putus diterjang arus. Secara formal, banjir disebut dipicu oleh intensitas hujan tinggi. Namun, sejumlah pihak mengaitkan bencana ini dengan persoalan lebih dalam, yaktu tata kelola SDA yang amburadul.



    Wilayah yang terdampak banjir merupakan zona tambang dan kawasan hutan sosial. Penebangan pohon berlangsung tanpa kontrol memadai. Penambangan galian C—yang dalam beberapa tahun terakhir terus meluas, diduga memperparah kerentanan wilayah ketika musim hujan tiba.


    Dugaan ini diperkuat oleh temuan dan pernyataan legislatif Lombok Timur. Pada Desember 2022, Komisi III DPRD Lombok Timur melakukan audiensi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) NTB untuk membahas tata kelola SDA yang tumpang tindih antara DLH dan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

    Rombongan Komisi III DPRD Lombok Timur bersama Pejabat DLH Provinsi


    Ketua Komisi III DPRD Lombok Timur saat itu, Lalu Hasan Rahman, mengatakan bahwa persoalan utama terletak pada ketidakjelasan kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten.


    “Kita di Lombok Timur hanya mendapat dampaknya saja—kerusakan alam, bahkan bencana—sementara izin dan pengelolaan diambil alih provinsi,” ujarnya, dikutip dari ntbpos.com.


    Ia mencontohkan kasus jembatan Ulem-ulem yang runtuh, persoalan di kawasan hutan Sekaroh, maupun pembangunan di kawasan TNGR. Praktik di lapangan menunjukkan pelaku usaha bisa memulai aktivitas—baik penambangan maupun pembangunan hotel—tanpa sepengetahuan pemerintah daerah.


    “Jangankan pemerintah daerah tahu, masyarakat pun tidak tahu apa yang dibangun,” katanya.


    Akibat minimnya koordinasi antara DLH Provinsi, TNGR, hingga kementerian terkait, Lombok Timur disebut hanya menjadi “penerima dampak”, bukan pengelola.


    Isu lain yang ikut disorot ialah pemanfaatan jasa lingkungan. Retribusi selama ini langsung diterima pihak TNGR tanpa ada skema pembagian kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Padahal, menurut Komisi IV, ketika bencana muncul akibat pengelolaan lahan, tanggung jawab tak bisa hanya dibebankan ke pemerintah kabupaten.


    “Jangan sampai setelah banjir atau bencana alam, baru teriak itu kesalahan rakyat,” tegas Hasan Rahman.


    Bencana banjir di penghujung 2025 menjadi penanda bahwa tata kelola SDA di Lombok Timur masih berada dalam situasi krisis. Di satu sisi, kekayaan alam terus dieksploitasi. Di sisi lain, regulasi tumpang tindih dan pengawasan lemah membuat kerusakan lingkungan tak terbendung. (ln)



    Komentar
    Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
    • Potensi SDA Melimpah, Lombok Timur Justru Digulung Banjir di Akhir 2025

    Terkini

    Space disewakan