![]() |
Pertemuan Bupati Lombok Timur dan Bupati Lombok Tengah di Hotel Prime Park, Mataram. Dok/LN |
Mataram, LokalNews.id – Malam Rabu (25/6), terasa berbeda di salah satu sudut Kota Mataram. Dua kepala daerah dari kabupaten bertetangga, yakni Bupati Lombok Timur H. Haerul Warisin dan Bupati Lombok Tengah H. Pathul Bahri, duduk satu meja dalam sebuah pertemuan hangat di Hotel Prime Park.
Pertemuan ini bukan sekadar ajang silaturahmi. Di balik keakraban keduanya, terselip satu agenda penting untuk menyelesaikan persoalan yang selama bertahun-tahun belum juga menemukan titik terang, yakni pengelolaan wisata surfing di Teluk Ekas, Jerowaru, Lombok Timur.
Sebagai daerah yang berbagi garis pantai dan memiliki kultur masyarakat yang nyaris serupa, Bupati Haerul menegaskan pentingnya kolaborasi lintas kabupaten. Terlebih, isu pengelolaan ombak Ekas bukan sekadar soal batas wilayah, melainkan menyangkut hajat hidup masyarakat lokal dan pelaku wisata.
"Ini momentum untuk mempererat kerja sama, terutama dalam pengembangan pariwisata yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat," ujar Haerul Warisin.
Komitmen tersebut, kata Haerul, menjadi landasan Pemerintah Daerah Lombok Timur, dalam menciptakan iklim wisata yang adil, nyaman, dan memberdayakan. Surfing di Ombak Ekas, yang dikenal hingga mancanegara, menurutnya harus bisa memberi manfaat besar bagi warga sekitar.
Di sisi lain, Bupati Pathul Bahri menunjukkan sikap yang tak kalah terbuka. Ia menegaskan bahwa pemerintah, sejatinya, hadir untuk memajukan rakyatnya—bukan menyusahkan.
"Tidak ada pemerintah yang ingin menyengsarakan rakyatnya. Saya yakin Bupati Lotim juga punya niat baik yang sama," ungkapnya.
Pertemuan ini menjadi titik awal. Kedua kepala daerah sepakat untuk menyerahkan pembahasan teknis selanjutnya kepada Dinas Pariwisata masing-masing. Tujuannya jelas untuk merumuskan solusi konkret, adil, dan berkelanjutan bagi pengelolaan kawasan wisata Ekas.
Jika disepakati bersama, langkah ini diharapkan tak hanya mengakhiri polemik panjang, tapi juga membuka lembaran baru dalam kerja sama antardaerah—dengan masyarakat sebagai penerima manfaat utamanya. (*)