 |
| Guru SMP Lombok Timur mengikuti lokakarya 2 PPGP. dok/istimewa |
Sambelia, LokalNews.id — Seorang guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, Robin, menyuarakan kekhawatiran terkait wacana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lombok Timur (Lotim) yang memungkinkan guru SMP mengajar di SD. Wacana ini muncul sebagai solusi untuk memenuhi beban kerja guru bersertifikasi.
Menurut Robin, wacana tersebut justru bisa menjadi ancaman bagi guru-guru yang telah terdata dalam Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) di SD. Ia menilai, kehadiran guru SMP di SD bisa menggusur posisi guru tetap yang sudah terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
"Kalau sudah tidak ada guru honorer dan semua terisi guru tetap, artinya validasi sekolah sudah lengkap di Dapodik. Ini kan sekarang jadi acuan utama," ujar Robin, Selasa (3/6).
Ia menambahkan, tahun ini banyak guru SD yang akan pensiun, namun jumlah pengganti melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sudah lebih dari cukup. Bahkan, menurutnya, beberapa guru malah dirumahkan karena tidak masuk dalam data basis data.
Robin juga menyoroti banyaknya guru kategori R2 dan R3 yang status penempatannya masih belum jelas. “Kalau guru SMP masuk ke SD, tambah runyam. Yang sudah ada saja belum semua tertangani,” tegasnya.
Terkait guru yang telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), Robin membedakan antara dua kategori: PPG pra-jabatan (Perajab) dan PPG dalam jabatan (Daljab).
Menurutnya, guru Daljab yang sudah mengajar di sekolah tertentu terikat dengan Satminkalnya dan harus memenuhi beban kerja 24 jam untuk menerima tunjangan profesi. Sementara Perajab, tidak memiliki jabatan dan bebas karena belum bekerja.
“Kalau hanya sekadar saran dari Dinas, tidak masalah. Tapi kalau ini ditekankan, bisa jadi masalah baru di lapangan,” pungkasnya. (*)
