Mataram, lokalnews.id – Pengawasan obat dan makanan tak bisa dilakukan sendirian. Itulah pesan utama dari Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Mataram pada 4 Juni 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi (monev) efektivitas kerja Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan (TKPPOM) Provinsi Nusa Tenggara Barat.
FGD tersebut melibatkan berbagai unsur pemerintah daerah: Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, Dinas Pertanian, Diskominfotik, hingga Kanwil Kementerian Agama. Asisten I Sekretariat Daerah NTB Bidang Pemerintahan dan Kesra, Fathurrahman, turut hadir dan membuka forum.
“Keamanan obat dan makanan bukan hanya isu kesehatan, tapi juga menyangkut ekonomi, ketahanan nasional, dan daya saing bangsa,” kata Kepala BBPOM di Mataram, Yosef Dwi Irwan, dalam keterangan resminya.
Yosef menyoroti beberapa tantangan nyata dalam pengawasan: maraknya penjualan produk ilegal secara daring, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap risiko bahan berbahaya, penggunaan boraks dalam pangan seperti kerupuk dan mie basah, hingga pemberian antibiotik tanpa resep dokter yang memperburuk resistensi antimikroba (AMR).
Menurut Yosef, keberadaan TKPPOM memang sudah terbentuk di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di NTB, namun masih perlu penguatan kegiatan terpadu agar lebih berdampak. Ia juga mengingatkan tentang pentingnya menyesuaikan TKPPOM dengan Surat Edaran Kemendagri No. 700/6206/SJ Tahun 2022.
“Anggaran terbatas bukan alasan. Komitmen untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan harus tetap dipegang,” tegasnya.
Fathurrahman menyampaikan terima kasih kepada BBPOM atas inisiatif ini, seraya menekankan pentingnya merumuskan ulang keanggotaan TKPPOM tahun 2025 dan menetapkan langkah operasional pengawasan yang lebih konkret.
“Tujuan akhirnya adalah perlindungan masyarakat dan peningkatan daya saing produk lokal,” ujarnya.
Forum ini diharapkan tak sekadar menjadi ajang diskusi, melainkan mendorong komitmen lintas sektor yang nyata untuk menjawab kompleksitas pengawasan obat dan makanan di daerah. (*)