![]() |
Sekretaris Dikbud Lotim, H. Jumadil. dok/LN |
Lombok Timur, LokalNews.id — Wacana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lombok Timur yang mendorong guru mata pelajaran (Mapel) tingkat SMP menjadi guru kelas di sekolah dasar (SD) memicu kegaduhan di kalangan pendidik.
Gagasan ini pertama kali disampaikan Kepala Dikbud Lotim, Izzudin, sebagai respons atas kekurangan tenaga pengajar. Tahun ini, tercatat sebanyak 284 guru SD akan memasuki masa pensiun. Wacana ini kemudian menuai beragam reaksi dari kepala sekolah hingga para guru.
Sekretaris Dikbud Lotim, H. Jumadil, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan peluang bagi guru Mapel yang telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan bersertifikasi. Ia menilai distribusi guru bersertifikasi selama ini belum merata.
“Kadang dalam satu sekolah guru sertifikasi menumpuk, sementara di sekolah lain kekurangan,” kata Jumadil, di ruang kerjanya Rabu (14/5).
Menurutnya, guru bersertifikasi wajib memenuhi beban kerja minimal 24 jam sebagai syarat pencairan tunjangan. Karena itu, pihaknya mendorong para guru untuk aktif mencari SD yang membutuhkan tenaga pengajar dan relevan dengan bidang keahlian mereka.
“Sayang kalau sudah sertifikasi tapi tidak bisa menerima tunjangan. Kami minta mereka proaktif mencari SD yang sesuai,” ujarnya.
Meski demikian, Jumadil mengakui tak sedikit sekolah yang menolak wacana ini, dengan alasan sudah memiliki guru kelas yang cukup.
Ia pun mengimbau agar sekolah dapat memberi ruang bagi guru Mapel yang berupaya memenuhi jam mengajarnya. Sebeb, tidak sedikit guru di SMP tidak memenuhi beban kerja sebagai syarat sertifikasi.
“Kalau tidak, mereka tidak bisa mencairkan sertifikasi. Padahal proses ikut PPG itu panjang,” tutupnya. (*)